Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Tambnas Shopee Collaboration

(EPISODE 6) BAKAT DARI TANAH BATO - PERJALANAN MENUJU PORPROV



Setelah pengumuman pemain yang akan dibawa ke Porprov, suasana di asrama sementara Persiju Sijunjung terasa berbeda. Para pemain yang tidak lolos tampak menunduk kecewa, sementara yang terpilih menunjukkan campuran kegembiraan dan ketegangan.

Emir duduk di tepi ranjang sambil memandang jendela. Hujan rintik-rintik turun, membasahi halaman asrama. Ia memikirkan papa dan mama di Tanah Bato. Pasti mereka akan bangga mendengar kabar ini.

Pintu kamar terbuka, dan Fajri masuk sambil membawa dua gelas minuman dingin.

“Nah, si calon bintang. Minum dulu.”

Emir terkekeh. “Kau ini makin lama makin suka mengejek.”

“Bukan mengejek. Memuji dengan sedikit gaya,” jawab Fajri sambil meletakkan gelas di meja. “Kau main bagus tadi. Pelatih tim provinsi pun tadi kulihat memperhatikanmu.”

Emir sedikit terkejut. “Serius?”

“Serius. Tapi jangan langsung besar kepala. Porprov itu beda level. Tekanan jauh lebih berat.”

Emir mengangguk. Ia menyadari itu, dan justru karena itu ia merasa tegang.


Keesokan paginya, rombongan Persiju berangkat ke tempat pelatihan Porprov yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota. Bus kecil yang mereka tumpangi bergerak perlahan menembus jalan berbukit dan hutan-hutan kecil di pinggir jalan.

Emir duduk di dekat jendela, memandangi ladang-ladang hijau yang terhampar luas. Angin yang masuk dari jendela bus membuat rambutnya berkibar.

“Hebat juga ya,” gumam Emir. “Dulu cuma anak kampung yang main di lapangan Tanah Bato… sekarang mau latihan untuk Porprov.”

“Semua mulai dari bawah,” kata suara dari kursi belakang.

Emir menoleh. Itu pelatih Roni.

Pelatih duduk di kursi kosong di sampingnya. “Kau tahu kenapa aku pilih kau?”

Emir menggeleng pelan.

“Karena kau punya sesuatu yang tidak bisa diajarkan,” kata pelatih Roni sambil menatap ke depan. “Keberanian mengambil keputusan dan insting.”

Emir terdiam. Ia tidak menyangka pelatih akan bicara sejauh itu.

“Tapi ingat,” lanjut pelatih, “insting tanpa kontrol bisa berbahaya. Teknikmu bagus, tapi Porprov bukan tempat untuk bermain tanpa strategi. Kau harus bisa membaca permainan, bukan hanya menari dengan bola.”

Emir mengangguk serius. “Saya mengerti, Pak.”

“Bagus.” Pelatih kembali ke tempat duduknya.

Fajri langsung menepuk pundak Emir dari belakang. “Tuh kan. Kau memang istimewa.”

“Tapi tanggung jawabku juga makin besar,” jawab Emir.

“Benar,” kata Fajri. “Tapi aku yakin kau bisa.”


Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di kompleks pelatihan Porprov Sumatera Barat. Tempatnya luas, bangunan modern, dan di tengahnya terdapat lapangan hijau besar dengan garis putih yang baru dicat.

Emir terpaku.

“Lapangannya…” bisiknya.

Rumputnya rata, halus, tidak seperti lapangan kampung atau lapangan kota Sijunjung.

“Ini baru tempat latihan provinsi,” kata Fajri, bangga.

Namun rasa bangga itu tidak bertahan lama.

Ketika mereka memasuki lapangan, para pemain dari berbagai daerah telah berkumpul. Tubuh mereka lebih besar, wajah mereka lebih keras, dan teknik dasar mereka terlihat rapi.

“Gila…” desis Emir. “Semua terlihat seperti pemain profesional.”

Di antara kerumunan itu, seorang pemain tinggi tegap menatap Emir tajam.

Ia berjalan mendekat.

“Kau yang dari Tanah Bato?” tanyanya.

Emir mengangguk. “Iya.”

“Aku Dimas. Kapten tim provinsi tahun lalu. Kudengar kau punya putaran aneh itu… apa namanya? Bato Spin?”

Emir tertegun. “Kau tahu?”

Dimas menyeringai. “Selamat datang di level berikutnya, Emir. Di sini… semua orang akan berusaha menghentikanmu.”

Tanpa menunggu jawaban, Dimas pergi.

Fajri menutuk lengan Emir. “Nah. Selamat datang di Porprov.”


Latihan dimulai.

Dan dalam lima menit pertama saja, Emir sudah sadar:

Ritme Porprov jauh lebih keras.

Dua kali ia mendapat bola, dua kali pula ia langsung ditekan oleh dua sampai tiga pemain. Tidak ada ruang. Tidak ada waktu untuk memutar badan. Tidak ada kesempatan melakukan Bato Spin.

Pelatih provinsi yang bernama Coach Rizal mengamati seluruh pemain dengan mata seperti elang.

“Main cepat! Lihat situasi sebelum menerima bola! Buat ruang! Jangan simpan bola terlalu lama!”

Emir berlari ke kanan, mencari celah. Ia menerima umpan pendek dari Fajri, mencoba memutar tubuh untuk mengirim umpan terobosan—

BRUK!

Seseorang menjegalnya dari samping.

Emir terjatuh, merasakan sakit menusuk di siku.

Pemain yang menjegal itu berdiri. “Di sini kau tak bisa main seperti anak kecil.”

Emir bangkit. Ia menggigit bibir. “Aku belum mulai dengan serius.”

Pemain itu memicingkan mata. “Coba saja.”


Pelatih Rizal meniup peluit. “Istirahat!”

Emir duduk terengah-engah. Nafasnya berat. Fajri melempar botol minum padanya.

“Kau oke?” tanya Fajri.

“Lumayan,” jawab Emir sambil mengusap keringat. “Tapi ini benar-benar level baru.”

“Jangan hilang percaya diri,” kata Fajri. “Semua yang ada di lapangan itu juga pernah seperti kita.”

Emir menatap lapangan. Para pemain lain terus berdiskusi, memperbaiki posisi, dan belajar pola. Suasana kompetitif terasa sangat kuat.

Fajri menepuk pundaknya sekali lagi. “Ayo. Kita belum selesai.”

Emir mengangguk.

Dalam hatinya ia berkata:

Jika ini jalan menuju panggung yang lebih besar… aku harus siap menghadapinya.

Dan ia berdiri.


Latihan babak kedua dimulai, dan Emir tidak lagi ragu.

Ia mulai membaca pergerakan lawan. Ia tidak lagi memaksakan Bato Spin. Ia belajar mengatur tempo, mengoper lebih cepat, dan bergerak tanpa bola.

Dimas memperhatikan.

Pelatih Rizal juga memperhatikan.

Di akhir sesi, pelatih memanggil beberapa pemain, termasuk Emir.

“Besok kalian ikut formasi utama untuk simulasi pertandingan.”

Emir terkejut. “Formasi utama…?”

Pelatih mengangguk. “Kau berkembang cepat. Lanjutkan.”

Saat Emir berjalan kembali ke Fajri, ia menahan senyum.

“Bagaimana?” tanya Fajri.

Emir menjawab pelan, tapi penuh tekad:

“Aku akan menjadi bagian dari tim Porprov ini.”

Dan malam itu, di bawah lampu kompleks latihan yang masih menyala, Emir berdiri di pinggir lapangan, menatap rumput yang terkena embun.

Ia mengepalkan tangan.

Dari Tanah Bato… ke Porprov… ini baru permulaan.

Post a Comment for "(EPISODE 6) BAKAT DARI TANAH BATO - PERJALANAN MENUJU PORPROV"

toko yang sangat terpercaya