Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Senyuman di Balik Pintu Kelas Part 2 : Babak Baru di Masa Kuliah




Kuliah adalah babak baru dalam kehidupan Aisha dan Raka. Aisha diterima di salah satu universitas kedokteran terkemuka, sementara Raka melanjutkan studinya di jurusan sastra di universitas yang sama. Meski mereka sibuk dengan jadwal masing-masing, hubungan mereka tetap erat. Mereka sering bertemu di akhir pekan atau di kafe kampus untuk berbagi cerita dan saling mendukung.

Suatu hari, saat Aisha sedang belajar di perpustakaan, seorang pria muda dengan penampilan rapi dan karisma yang memukau mendekatinya. Namanya Arman, seorang mahasiswa jurusan bisnis yang juga pewaris sebuah perusahaan besar. Arman adalah sosok yang dikenal di kampus karena kekayaannya dan daya tariknya yang luar biasa. Dia selalu dikelilingi oleh teman-teman dan pengagum, tetapi kali ini dia tampak tertarik pada Aisha.

"Hei, kamu Aisha, kan?" tanya Arman dengan senyum memikat. "Aku sering melihatmu di kampus. Kamu sangat fokus belajar. Boleh aku duduk di sini?"

Aisha menoleh dan tersenyum sopan. "Tentu, duduklah. Ada yang bisa aku bantu?"

"Aku Arman. Sebenarnya, aku ingin mengenalmu lebih dekat. Mungkin kita bisa ngopi bersama setelah ini?" ajak Arman dengan penuh percaya diri.

Aisha terkejut tapi mencoba untuk tetap sopan. "Terima kasih, Arman. Tapi aku sudah punya pacar. Namanya Raka. Mungkin kamu tahu dia, dia juga mahasiswa di sini."

Arman tampak tidak terpengaruh. "Oh, aku tahu Raka. Penulis berbakat, kan? Tapi tidak ada salahnya berteman, kan?"

Aisha mengangguk pelan. "Tentu, tidak ada salahnya berteman."

Kabar bahwa Arman sering mendekati Aisha dengan cepat menyebar di kampus. Raka mendengar kabar itu dan merasa cemburu. Meskipun dia percaya pada Aisha, dia tidak bisa menahan rasa tidak nyaman setiap kali melihat Arman bersama Aisha.

Suatu sore, saat Raka dan Aisha bertemu di kafe kampus, Raka memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. "Aisha, aku mendengar bahwa Arman sering mendekatimu. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Aisha menatap Raka dengan lembut. "Arman memang sering mengajakku bicara, tapi aku sudah mengatakan padanya bahwa aku punya pacar, dan itu kamu. Aku tidak tertarik padanya, Raka. Aku hanya ingin berteman."

Raka menghela napas panjang. "Aku percaya padamu, Aisha. Tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa cemburu ini. Aku hanya tidak ingin kehilanganmu."

Aisha meraih tangan Raka dan menggenggamnya erat. "Kamu tidak akan kehilangan aku, Raka. Kamu adalah satu-satunya orang yang aku cintai. Arman hanyalah teman."

Meskipun Aisha sudah berusaha meyakinkan Raka, perasaan cemburu itu masih ada. Raka merasa tidak cukup baik dibandingkan dengan Arman yang kaya dan tampan. Dia mulai merasa tertekan dan merasa perlu melakukan sesuatu untuk membuktikan dirinya.

Suatu hari, Arman mengundang Aisha ke pesta mewah di rumahnya. Aisha merasa tidak enak menolak dan berpikir ini hanyalah acara biasa di mana dia bisa bersosialisasi dengan teman-teman kampus. Dia memberitahu Raka tentang undangan tersebut.

"Aku diundang ke pesta di rumah Arman. Aku pikir ini hanya acara biasa. Kamu mau ikut?" tanya Aisha dengan harapan Raka akan setuju.

Raka merasa ragu, tapi dia tidak ingin meninggalkan Aisha sendirian. "Baiklah, aku akan ikut."

Malam pesta itu tiba. Rumah Arman sangat besar dan mewah, penuh dengan hiasan yang indah dan musik yang meriah. Aisha dan Raka masuk bersama, tetapi segera disadari bahwa mereka berasal dari dunia yang berbeda. Arman menyambut mereka dengan senyum lebar.

"Aisha, Raka! Senang kalian bisa datang," kata Arman dengan ramah.

Raka merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah kemewahan itu. Dia melihat bagaimana orang-orang di sekitar mereka berbicara tentang hal-hal yang tidak dipahaminya. Dia merasa semakin kecil di hadapan Arman yang tampak begitu nyaman dan populer.

Saat pesta semakin ramai, Arman mendekati Aisha lagi. "Aisha, maukah kamu berdansa denganku?"

Aisha merasa ragu, tapi dia tidak ingin membuat keributan. "Maaf, Arman, tapi aku di sini dengan Raka. Aku akan berdansa dengannya."

Raka melihat ini dan merasa bangga pada Aisha. Namun, dia juga merasa harus melakukan sesuatu untuk membuktikan dirinya. Dia mengajak Aisha berdansa, meskipun dia tidak terlalu pandai.

Mereka berdansa di tengah pesta, dan meskipun Raka merasa canggung, Aisha tetap tersenyum dan mendukungnya. Saat musik berhenti, Arman mendekati mereka lagi dengan segelas minuman di tangannya.

"Raka, kamu penulis yang hebat. Tapi apakah kamu yakin bisa membahagiakan Aisha dengan kehidupanmu yang sederhana?" tanya Arman dengan nada provokatif.

Raka merasa darahnya mendidih, tapi dia mencoba untuk tetap tenang. "Kebahagiaan tidak diukur dari kekayaan atau kemewahan, Arman. Aku mencintai Aisha dan akan selalu berusaha membuatnya bahagia."

Aisha yang mendengar percakapan itu merasa marah. "Arman, cukup. Aku tidak peduli dengan kekayaan atau status. Aku mencintai Raka apa adanya. Dia adalah orang yang selalu ada untukku dan membuatku merasa berharga."

Arman tampak terkejut dan tersenyum kecut. "Baiklah, jika itu yang kamu inginkan."

Malam itu, setelah pesta berakhir, Raka dan Aisha berjalan pulang bersama. Raka merasa lega dan bersyukur memiliki Aisha di sisinya.

"Aku minta maaf, Aisha. Aku seharusnya tidak meragukanmu. Aku hanya merasa tidak cukup baik untukmu," kata Raka dengan suara lirih.

Aisha berhenti dan menatap Raka dengan penuh kasih. "Raka, kamu adalah orang yang paling aku cintai. Kamu selalu membuatku merasa dicintai dan dihargai. Jangan pernah meragukan dirimu sendiri."

Raka tersenyum dan merasakan beban di hatinya mulai hilang. Mereka berpelukan erat di bawah cahaya bulan, merasa bahwa cinta mereka semakin kuat meskipun melalui berbagai ujian.

Masa kuliah mereka berlanjut dengan berbagai tantangan dan kebahagiaan. Raka semakin fokus pada tulisannya dan berhasil memenangkan beberapa penghargaan sastra. Aisha terus berprestasi di bidang kedokteran dan semakin dekat dengan mimpinya menjadi dokter.

Meskipun ada rintangan dan godaan, cinta mereka tetap teguh. Mereka belajar bahwa cinta sejati adalah tentang kepercayaan, dukungan, dan ketulusan hati. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka, karena mereka selalu bersama menghadapi segala hal.

Di tengah hiruk pikuk kehidupan kampus, Aisha dan Raka menemukan bahwa cinta mereka adalah sumber kekuatan yang tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang tidak mungkin. Cinta mereka adalah cinta yang abadi, yang terus tumbuh dan menguatkan setiap langkah mereka menuju masa depan yang cerah.

Post a Comment for "Senyuman di Balik Pintu Kelas Part 2 : Babak Baru di Masa Kuliah"